PENEBUSAN TANAH
(Oleh : Pdt. Sostenes Sumihe)Dalam beberapa tahun belakangan ini jual-beli tanah menjadi trend yang sangat mencolok di tanah Papua. Ada banyak alasan dan kepentingan yang melatarbelangi trend tersebut. Ada yang menjual tanah karena kepentingan pribadi dan keluarga; tetapi ada juga karena alasan kepentingan umum untuk pembangunan, baik oleh pemerintah maupun swasta. Tentu alasan-alasan tersebut dapat dimaklumi. Namun demikian, trend tersebut tidak bebas dari ekses yang ditimbulkan dengan dampak yang lebih banyak negatif daripada positifnya, misalnya mereka yang menjual tanah kehilangan hak pemilikan atas tanah tersebut. Karena itu, hari ini penting untuk kita renungkan dengan serius mengenai hekikat dan keberadaan tanah.
Harus dikatakan bahwa tanah itu pertama-tama bukanlah masalah ekonomi. Kalau tanah itu dilihat dan dijadikan masalah ekonomi, maka dengan gampangnya orang menjual tanah untuk kepentingan tertentu. Tanah bukan masalah ekonomi, tetapi tanah masalah teologi. Perhatikan ayat 23, "Tanah jangan dijual mutlak"! Tuhan melarang umat Allah, bangsa Israel, jual tanah. Bangsa itu tidak boleh melepas tanah dari dirinya dengan cara menjualnya bagi orang lain, karena mereka tidak punya hak untuk melakukannya. Mengapa? Karena "Akulah pemilik tanah itu"! Tuhanlah pemilik tanah. Israel ada di tanah itu, karena Tuhanlah yang memperkenankannya. Israel bukan pemilik, tetapi Tuhan, bahkan disebut status mereka di atas tanah itu sebagai "pendatang dan warga asing yang menumpang pada-Ku". Mereka tidak diijinkan untuk menjual tanah, semata-mata bukan karena mereka bukan pemilik tanah itu, melainkan ada alasan yang jauh lebih dalam dan asazi. Dengan dinyatakan Israel sebagai "yang menumpang pada-Ku" , tanah menjadi tanda kehadiran dan keberadaan Tuhan di dalam kehidupan umat-Nya, dan oleh kehadiran itu mereka memiliki hidup. Menjual tanah berarti bukan saja mereka kehilangan tanah itu, melainkan jauh lebih mendasar adalah kehilangan hidup itu sendiri. Dengan kata lain, orang yang kehilangan tanah sama artinya kehilangan hidup dan berada dalam kematian. Namun demikian, sekalipun orang sudah mati tetapi dia tetap "menumpang pada-Ku", orang mati tepat dikubur dalam tanah, milik Tuhan. Jadi Tuhan itu ada di dalam kita, bukan saja ketika kita masih bernafas, bahkan ketika kita sudah menjadi mayat, kita akan kembali ke tanah dan menjadi tanah. Kita kembali kepada tanah yang dihembusi nafas oleh Allah dan menjadi makluk hidup (Kej 2:7). Kematiaan adalah saat kita kembali dan menyatu dengan asal kita sang Pemilik tanah itu. Maka sebelum kembali dan menyatu dengan Tuhan, marilah kita jaga tanah dan hidup ini, agar tetap menjadi tanah yang memberi kehidupan, jangan menjadi tanah sengketa, yang menjadi sumber konflik; jangan pula menjadi tanah longsor yang membawa kematian bagi orang lain. Kita harus tetap menjadi tanah milik Tuhan, tanah yang memberi kehidupan. Kita adalah tanah yang dihembusi nafas Allah, sehingga menjadi makluk hidup, karena itu kita ada di dunia ini untuk memberi kehidupan kepada makhluk yang lain. Kita diberi kehidupan untuk menghidupkan orang lain.
Karena itu, tanah sangat penting dalam kehidupan kita. Tanah menggambarkan keberadaan kita dalam hubungan dengan Allah, sang Pencipta dan pemilik tanah. Karena itu, "tanah jangan di jual mutlak". Untuk mencegah dan menjaga supaya orang tidak kehilangan tanah untuk selama-lamanya maka ada "hak menebus tanah" (ayat 24). Ketika orang karena kepentingan yang tidak dapat dihindari atau dalam ayat 25 disebut sebagai "jatuh miskin" dan menjual tanahnya, maka ada hak untuk memperoleh kembali tanah itu dengan jalan menebus atau membayar kembali tanah yang sudah dijual. Ini cara yang pertama, menebus, untuk memperoleh kembali tanah, sehingga orang tidak mengalami kehilangan untuk selama-lamannya, melainkan memperoleh kembali kehidupannya. Tetapi kalau orang tidak dapat memenuhi cara pertama tersebut, yaitu menebus, maka cara yang kedua adalah menunggu sampai tahun Yobel, saat tanah itu memperoleh pembebasan. Jadi seseorang untuk memperoleh kembali tanah dan kehidupannya adalah melalui penebusan dan pembebasan.
Orang Kristen, termasuk warga GKI, pada hakikatnya adalah orang yang sudah mengalami kehilangan kehidupan, karena telah menjual tanah, menjual dirinya, sehingga tidak lagi "menumpang pada-Ku", melainkan kepada kuasa dosa dan kematian. Bagaimana orang yang kehilangan kehidupan memperoleh kembali kehidupan itu? Bagaimana orang Kristen mendapatkan kembali kehidupannya yang telah hilang? Caranyanya adalah dengan penebusan dan pembebasan.
Kita sesungguhnya memiliki hak penebusan, hak mengembalikan kehidupan yang hilang. Akan tetapi dari diri kita sendiri kita tidak punya kemampuan mengembalikan kehidupan yang hilang karena dosa. Namun, Allah mempunyai cara-Nya sendiri untuk mengembalikan kehidupan kita yang hilang, yaitu menyerahkan Anak-Nya, Yesus Kristus, menjadi tebusan bagi dosa kita. Yesus tidak hanya menebus, tetapi sekaligus menggenapi apa yang menjadi hakikat tahun Yobel, yaitu pembebasan. Sehingga oleh dan di dalam Yesus Kristus kita bukan hanya memperoleh penebusan, tetapi sekaligus pembebasan, sehingga kita bukan hanya memperoleh kembali kehidupan yang hilang, tetapi benar-benar bebas dari kuasa dosa dan kematian, sehingga dosa dan kematian tidak ada lagi kuasanya atas hidup kita. Hal inilah yang diisyaratkan dalam moto GKI, "memang dahulu kamu adalah kegelapan, tetapi sekarang kamu adalah terang di dalam Tuhan. Sebab itu hiduplah sebagai anak-anak terang" (Ef 5:8). Dalam penebusan dan pembebasan Yesus Kristus warga GKI tidak lagi ada dalam kegelapan, melainkan sepenuhnya ada dalam terang Tuhan. Karena itu, tidak boleh lagi ada tanda-tanda kegelapan dalam kehidupan setiap warga GKI.
Kalau oleh dan di dalam Yesus Kristus kita sudah ditebus dan dibebaskan untuk memperoleh kembali kehidupan yang hilang, maka sudah selayaknya orang Kristen dan secara khusus warga GKI tidak lagi menjual tanah. Tanah adalah kehidupan, menjual tanah berarti menjual kehidupan yang sesungguhnya adalah milik Tuhan. Karena itu mulai hari ini warga GKI selalu harus ingat peringatan Tuhan dalam ayat 23 itu, "tanah janganlah dijual mutlak", sebab firman Tuhan, "Akulah pemilik tanah itu". Jangan jual kehidupan kita kepada kuasa yang lain di luar Tuhan kita Yesus Kristus, sebab Dia sudah menebus hidup kita dan membebaskan kita dari kuasa dosa dan kematian. Jangan jual kehidupan kita karena kepentingan ekonomi, politik, jabatan dan uang. Kita sudah ditebus dan dibebaskan, kita adalah milik Kristus, kita bukan milik diri kita sendiri, kita adalah milik Allah, maka segala kepentingan dan kebutuhan kita dijamin oleh Tuhan kita Yesus Kristus. Amin!
Untuk Informasi lainnya yang terdapat di dalam buletin, Silahkan download file pdf yang link-nya tersedia di bawah ini
